Berita  

Kota Layak Anak Masih Jauh dari Harapan di Banyak Daerah

Mengejar Mimpi, Menjaga Asa: Kota Layak Anak yang Masih Jauh dari Realita Sejati

Di tengah hiruk pikuk pembangunan dan modernisasi, konsep Kota Layak Anak (KLA) hadir sebagai mercusuar harapan. Sebuah visi di mana setiap anak berhak tumbuh, berkembang, dilindungi, dan berpartisipasi dalam lingkungan yang aman dan mendukung. Namun, di balik sertifikasi dan penghargaan yang telah diraih beberapa daerah, realita di lapangan seringkali menunjukkan gambaran yang berbeda. Mimpi tentang KLA sejati di banyak daerah masih jauh dari harapan, bahkan terkesan menjadi ilusi.

Apa Itu Kota Layak Anak? Lebih dari Sekadar Sertifikat

KLA bukan hanya tentang membangun taman bermain berwarna-warni atau menyediakan fasilitas khusus anak. KLA adalah sebuah sistem pembangunan berbasis hak anak, yang diwujudkan melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan. Lima klaster hak anak menjadi pondasi utamanya: hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, serta perlindungan khusus.

Realita yang Mengkhawatirkan: Ketika Anak-anak Tersisih

Sayangnya, banyak daerah yang masih berkutat pada capaian administratif ketimbang substansi. Sertifikasi KLA seringkali menjadi tujuan akhir, bukan sebagai awal dari perjalanan panjang. Akibatnya, kita masih sering menyaksikan pemandangan yang mengiris hati:

  1. Ruang Publik yang Tidak Ramah: Anak-anak harus berjuang mencari tempat bermain yang aman di tengah padatnya lalu lintas, minimnya trotoar yang layak, dan terbatasnya ruang hijau. Taman kota, jika ada, seringkali tidak terawat atau tidak dilengkapi fasilitas yang sesuai usia anak.
  2. Ancaman di Segala Sisi: Dari polusi udara yang mengintai kesehatan paru-paru mungil mereka, hingga ancaman kekerasan fisik, verbal, bahkan seksual yang masih marak terjadi di lingkungan sekitar, sekolah, bahkan rumah. Belum lagi bahaya eksploitasi dan perundungan yang membayangi.
  3. Akses Terbatas pada Layanan Dasar: Kualitas pendidikan yang belum merata, layanan kesehatan yang sulit dijangkau, atau fasilitas sanitasi yang tidak memadai, masih menjadi PR besar di banyak pelosok negeri.
  4. Suara Anak yang Tak Terdengar: Hak partisipasi anak seringkali hanya sebatas seremoni. Forum anak ada, namun apakah suara mereka benar-benar didengar dan diimplementasikan dalam kebijakan? Atau hanya menjadi pelengkap laporan?
  5. Ancaman Digital yang Mengintai: Di era digital, anak-anak dihadapkan pada ancaman siber seperti cyberbullying, paparan konten negatif, hingga kejahatan daring. Perlindungan dan edukasi yang memadai masih sangat kurang.

Mengapa Jauh dari Harapan? Tantangan Menuju KLA Sejati

Ada beberapa faktor yang membuat mimpi KLA sejati masih sulit terwujud:

  • Komitmen Politik yang Belum Konsisten: Meskipun ada regulasi, implementasinya seringkali terhambat oleh pergantian kepemimpinan atau prioritas pembangunan yang berubah.
  • Alokasi Anggaran yang Minim: Pembangunan berperspektif anak seringkali tidak menjadi prioritas utama dalam penyusunan anggaran daerah.
  • Kurangnya Pemahaman dan Kesadaran: Tidak hanya pemerintah, masyarakat umum pun terkadang masih belum sepenuhnya memahami pentingnya hak-hak anak dan bagaimana mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
  • Koordinasi Lintas Sektor yang Lemah: Pembangunan KLA membutuhkan kerja sama antar dinas (pendidikan, kesehatan, sosial, PU, dll.), namun seringkali ego sektoral menjadi penghalang.
  • Pengawasan dan Evaluasi yang Belum Optimal: Mekanisme pemantauan dan evaluasi yang kuat untuk memastikan program berjalan efektif dan berkelanjutan masih menjadi kelemahan.

Membangun Kembali Asa: Langkah Konkret Menuju KLA yang Nyata

Meskipun tantangannya besar, bukan berarti mimpi ini harus padam. Ada langkah-langkah konkret yang bisa diambil untuk mendekatkan kita pada KLA sejati:

  1. Perkuat Komitmen Politik: Pemimpin daerah harus menjadikan hak anak sebagai pilar utama pembangunan, dituangkan dalam RPJMD, dan didukung oleh regulasi yang kuat.
  2. Anggaran Pro-Anak: Alokasikan anggaran yang memadai untuk program-program yang secara langsung mendukung pemenuhan hak anak di berbagai sektor.
  3. Libatkan Semua Pihak: Pemerintah, masyarakat (termasuk orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat), dunia usaha, akademisi, dan yang terpenting, anak-anak itu sendiri, harus terlibat aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan KLA.
  4. Edukasi dan Kampanye Berkelanjutan: Tingkatkan pemahaman masyarakat tentang hak anak dan pentingnya menciptakan lingkungan yang ramah anak.
  5. Inovasi Ruang Publik: Ciptakan ruang publik yang aman, inklusif, dan inspiratif bagi anak, meskipun dengan keterbatasan lahan. Manfaatkan area-area yang ada secara kreatif.
  6. Perlindungan Komprehensif: Bangun sistem perlindungan anak yang kuat, mulai dari pencegahan, penanganan kasus, hingga rehabilitasi, termasuk perlindungan di dunia digital.
  7. Monitoring dan Evaluasi Partisipatif: Lakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala, melibatkan anak dan masyarakat, untuk memastikan program berjalan efektif dan sesuai kebutuhan.

Kota Layak Anak bukanlah sebuah gelar yang bisa didapatkan dalam semalam, melainkan sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen, kerja keras, dan kolaborasi dari semua pihak. Ini adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa. Mari bersama-sama mengubah mimpi ini menjadi realita, karena setiap anak berhak atas masa kecil yang bahagia, aman, dan penuh harapan. Demi senyum mereka, demi masa depan Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *